Selasa, 18 Desember 2012

Kehormatan Seorang Muslim

Mukaddimah

Dapat dikatakan bahwa tidak ada agama yang memberikan perhatian yang demikian besar dan penghormatan yang sangat tinggi terhadap kemanusiaan manusia selain Islam. Kehormatan seorang muslim adalah segala-galanya yang karenanya tidak boleh seorangpun melanggarnya kecuali dengan haknya alias dengan cara yang memang dibenarkan oleh syari’at.

Dari Ibn ‘Umar bahwasanya Rasulullah SAW., bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan -Yang haq disembah- selain Allah, bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat dan membayar zakat. Jika mereka melakukan hal itu, maka niscaya mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku (dari pengikutku alias mendapat penjagaan dan perlindungan) kecuali berdasarkan hak Islam sedangkan perhitungan atas mereka adalah hak Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Kosa Kata

Makna Aku diperintahkan : yakni diperintahkan Rabbku.

Makna kecuali berdasarkan hak Islam : yakni bahwa darah dan harta mereka tidak akan mengalami apa-apa (dinodai) kecuali terhadap hal yang diwajibkan Allah atas mereka seperti bila seseorang diantara mereka melakukan suatu perkara yang konsekuensinya adalah dibunuh atau dicambuk, maka dia dibunuh atau dicambuk karenanya.

Makna Dan perhitungan atas mereka adalah hak Allah : yakni terhadap hal-hal yang mereka pendam di hati mereka karena Allah Ta’ala lah Yang Maha Mengetahui apa yang terpendam di hati dan perasaan hamba-Nya.

Pengarahan Hadits

Hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya hal-hal yang disebutkan tersebut, yaitu syahadatain, mendirikan shalat dan membayar zakat.

Secara eksplisit hadits tersebut menyatakan bahwa orang yang mendapatkan penjagaan (jaminan) atas darah dan hartanya hanyalah orang yang menjalankan ketiga rukun Islam tersebut. Sementara terdapat pada beberapa hadits yang lain bahwa orang yang melafazhkan syahadatain sudah divonis sebagai Muslim, seperti hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW., bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Lâ ilâha Illallâh. Barangsiapa yang mengucapkan Lâ ilâha Illallâh berarti dia telah menjaga harta dan jiwanya dariku kecuali berdasarkan haknya (hak kalimat tauhid tersebut), sedangkan perhitungannya adalah hak Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim).

Sebenarnya tidak terjadi pertentangan (kontradiksi) antara hadits-hadits tersebut sebab masing-masingnya saling memperkuat makna satu sama lainnya. Seseorang terhitung masuk Islam begitu mengucapkan dua syahadat akan tetapi kewajiban-kewajiban dan rukun-rukun Islam yang lain masih tetap wajib dilakukannya, di antaranya shalat dan zakat.

Bila ada sekelompok orang yang menolak kewajiban shalat, maka mereka diperangi karenanya, demikian juga bila menolak zakat. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ketika memerangi orang-orang yang menolak untuk membayar zakat.

Bila yang menolak kewajiban shalat itu bersifat individu, maka dia diminta untuk bertaubat dulu, bila bersedia maka tidak dikenakan sanksi dan bila dia tidak mau, maka sanksinya dihukum bunuh. Sedangkan bila dia menolak zakat, maka terjadi perselisihan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum bunuh atasnya namun pendapat yang benar adalah tetap dihukum bunuh juga.

Hadits di atas mengindikasikan urgensi rukun-rukun Islam yang mulia tersebut, yang wajib dikomitmeni dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya serta diperhatikan secara serius.

Betapa besarnya kehormatan darah dan harta seorang Muslim, wajibnya untuk dijaga dan dihormati serta tidak boleh dilanggar kecuali dengan haknya yang telah disyari’atkan Allah Ta’ala.

Vonis hukum terhadap manusia didasarkan pada hal-hal yang bersifat lahiriah saja (perbuatan lahiriahnya) sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah, balasan (sanksi) dan perhitungan di akhirat maka semua itu menjadi hak Allah. Karena itu, tidak diperkenankan untuk mengorek-orek apa yang ada di dalam hati manusia dan niat-niat yang terpendam di dalamnya karena hal itu hanya Allah lah Yang Maha Mengetahuinya.

Silsilah Manâhij Dawrât al-‘Ulûm asy-Syar’iyyah- Fi`ah an-Nâsyi`ah- karya Prof.Dr.Muhammab bin Fâlh ash-Shaghîr, et.ali., hal.66-68


alsofwah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar