Selasa, 18 Desember 2012

Mencintai saudara se-iman melebihi cinta kepada diri sendiri

Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi saw, beliau bersabda:
"Tidaklah (sempurna) iman seseorang diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri".
(H.R.Bukhari dan Muslim).

Catatan:
Lafazh hadits diatas terdapat dalam Shahih Bukhari tetapi tanpa kata yang kami garisbawahi "bin Malik ". Kami cantumkan demikian karena naskah aslinya dari kitab "Jami'ul 'ulum wal Hikam" demikian.

Takhrij Hadits secara global
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad, at-Turmuzi, Ibnu Majah, an-Nasai dan Ibnu Hibban.

Makna hadits secara global
Dalam hadits diatas, Rasulullah menjelaskan bahwa salah satu dari ciri kesempurnaan iman seseorang adalah dia memberikan porsi kecintaan terhadap saudara nya se-iman melebihi cintanya pada dirinya sendiri.

Penjelasan tambahan
Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad terdapat penjelasan tentang makna penafian iman dalam hadits diatas yaitu menafikan pencapaian hakikat dan puncak keimanan karena banyak sekali disebutkan dalam hadits-hadits Nabi tentang penafian iman lantaran tiada terpenuhinya sebagian dari rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban yang terkait dengannya. Seperti dalam makna sabda beliau: "Tidaklah seorang pezina melakukan perbuatan zina ketika dia melakukannya; sedangkan dia dalam keadaan beriman, dan tidaklah seorang pencuri melakukan pencurian ketika dia mencuri; sedangkan dia dalam keadaan beriman, dan tidaklah meminum khamar/arak ketika dia meminumnya; sedangkan dia dalam keadaan beriman". Juga dalam seperti dalam sabdanya yang lain: "Tidaklah beriman (sempurna imannya) orang yang tetangganya tidak aman dari ucapan-ucapannya".

Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik diatas, menunjukkan bahwa seorang Mukmin merasa senang dan gembira bila saudaranya se-iman merasakan hal yang sama dengan yang dia rasakan. Begitu juga, dia ingin agar saudaranya itu mendapatkan kebaikan seperti yang dianugerahkan kepadanya. Hal ini bisa terealisasi manakala dada seorang Mukmin secara sempurna terselamatkan dari penyakit dengki dan ngibul. Sebab sifat dengki mengindikasikan bahwa si pendengki tidak suka bila kebaikan seseorang melebihi dirinya atau bahkan menyamainya. Dia ingin agar kelebihan yang ada padanya selalu diatas orang lain dan tidak ada orang yang menyainginya sedangkan keimanan mengindikasikan sebaliknya; yaitu agar semua orang-orang yang beriman sama-sama diberikan kebaikan seperti dirinya tanpa dikurangi sedikitpun. Oleh karena itu, dalam KitabNya Allah memuji orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dia Ta'ala berfirman: "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi..". (Q.,s. 28/al-Qashash: 83).

Diantara hadits yang semakna dengan hadits Anas diatas, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Mu'adz, bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tentang iman yang paling utama, maka beliau bersabda: "iman yang paling utama adalah engkau mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, engkau pekerjakan lisanmu dalam berzikir kepada Allah". Mereka lantas bertanya : kemudian apa lagi wahai Rasulullah! , beliau menjawab: "engkau mencintai manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri dan engkau benci (sesuatu yang buruk terjadi) terhadapnya sebagaimana engkau membenci hal itu terjadi terhadap dirimu, dan engkau berkata dengan perkataan yang baik atau engkau diam". Namun dalam memaparkan hadits ini, Mushannif memakai lafazh "ruwiya" dimana dalam istilah hadits merupakan bentuk yang menunjukkan "tamridh" alias hadits ini masih dipertanyakan keshahihannya dan kevalidan sumbernya meskipun dari sisi makna adalah shahih.

Implikasi dari terpatrinya sifat iman diatas
Diantara implikasi dari tercapainya keimanan melalui sifat mencintai saudara se-iman seperti tersebut diatas adalah bahwa sifat tersebut dapat membawa pemiliknya masuk surga. Hal ini dipertegas dalam hadits-hadits lain, diantaranya: hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Yazid bin Asad la-Qasri, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "apakah kamu menginginkan surga?, aku berkata: Ya, lalu beliau bersabda: "oleh karena itu, cintailah saudaramu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri". Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari 'Abdullah bin 'Amru bin al-'Ash dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "barangsiapa yang ingin agar dirinya dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke surga, maka hendaklah saat dia menemui ajalnya dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan dia memberikan kepada manusia sesuatu yang dia suka hal itu diberikan kepadanya".

Hal ini juga diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dzar al-Ghifari, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "wahai Abu Dzar! Sesungguhnya aku melihatmu seorang yang lemah, dan aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku sendiri; janganlah engkau menjadi amir (pemimpin) atas dua orang, dan janganlah pula engkau menjadi wali atas harta anak yatim". Mengomentari hadits ini, Mushannif mengatakan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wasallam melarang Abu Dzar untuk melakukan hal tersebut lantaran beliau memandang bahwa dia (Abu Dzar) merupakan sosok yang lemah dalam hal itu (memimpin/leadership), sedangkan beliau mencintai setiap orang yang lemah, termasuk Abu Dzar sendiri. Adapun kenapa beliau dapat menjalankan tugas mengatur urusan orang banyak, hal itu karena Allah telah memberikan kekuatan kepada beliau untuk melakukannya, dan memerintahkan kepada beliau untuk mengajak seluruh makhluk agar loyal terhadapnya serta mengembankan tugas kepada beliau untuk mengarahkan urusan agama dan dunia mereka.

Ada riwayat dari 'Ali bin Abi Thalib yang intinya menunjukkan bahwa dia merealisasikan hadits Anas diatas sebagaimana Rasul juga telah merealisasikannya, namun riwayat tersebut masih dipertanyakan keshahihannya bahkan ada yang mengatakan kualitasnya lemah sekali.

Intisari Hadits
Hendaknya seorang Mukmin mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, begitu pula dia tidak suka bila saudaranya mendapatkan sesuatu yang tidak baik sebagaimana dia tidak suka hal itu terjadi pada dirinya.

Syara' memerintahkan agar seorang Mukmin selalu menginginkan saudaranya mendapatkan kelebihan yang sama seperti yang Allah anugerahkan kepadanya, namun adalah merupakan tingkatan memberi nasihat yang tinggi bila dia ingin agar saudaranya itu melebihi dirinya dalam hal tersebut.

Berlomba-lomba dalam ketaatan dan kebaikan bukan termasuk melampaui batas dan hal yang dilarang bahkan dianjurkan.

Menceritakan nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita dalam rangka bersyukur adalah dibolehkan. Wallaahu a'lam.


alsofwah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar